Selasa, 28 Juni 2016

Is it just me?

Posted by Tamy on Juni 28, 2016 with No comments

Mungkin hanya aku, yang terlalu mudah mengaitkan segala sesuatu.

Mungkin cuma aku, yang tak perlu mengingat dengan kuat untuk kembali menemui kenanganmu.

Mungkin, aku saja yang tak pernah lelah mengacak-acak masa lalu yang sudah lama kau tinggalkan.

Sesederhana ketika melihat gerimis, ingatanku langsung terarah pada Alia dan Sunny.
Terbayang betapa Alia begitu suka gerimis, yang menurutnya lebih romantis daripada hujan.

Atau, ketika menyaksikan salah satu klub sepakbola di benua eropa yang tengah bermain di layar televisi, aku kemudian merenung dan berpikir apakah kau juga sedang menonton saluran yang sama?

Dan juga, hal sepele lain seperti ketika ku dengar seseorang menyebut namamu, meski sebenarnya orang itu tidak memanggilmu.
Aku tak mengelak bahwa selama sedetik jantungku berdetak lebih kencang, membuatku kadang tanpa sadar mengedarkan pandangan, mencari-cari pemilik nama itu. Namamu.

Bahkan, aku berandai-andai pernahkah kau melakukan hal yang sama?
Teringat denganku hanya karena hal kecil dan sederhana?
Saat melihat klub bola favoritku bertanding atau memenangi kejuaraan, mungkinkah kau mengingat salah satu penggemarnya yang dulu pernah bercerita kepadamu?

Sounds stupid? Or lil bit crazy? Yeah. I know.

Tapi kemudian aku sadar, aku tidak sendiri.
Pasti banyak hati lain yang juga pernah merasakannya. Mungkin tidak persis sama, karena setiap manusia jelas berbeda. Namun tentu saja perasaan itu tetap ada.

Itu dulu, saat duniaku masih berporos kepadamu.
Saat aku masih memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan yang akhirnya tak pernah terjadi.
Ketika aku berpikir bahwa ternyata hadirmu tak sesingkat yang terlihat, tak sesebentar yang terasa.
Kau -atau mungkin hanya ilusi dirimu yang kucipta- terus mengikuti perjalananku, bahkan ketika aku tau kita sungguh sudah berjarak jauh.

Tapi sekarang tidak.
Aku mungkin masih sesekali teringat dirimu ketika ada hal spesifik yang benar-benar berkaitan denganmu, bukan seperti ketika aku mencoba menghubungkan segala sesuatu tentangmu.

Yeah, Time heals. It's real.

Sedikit demi sedikit perasaan itu terkikis, hingga sekarang ketika seseorang menyebut namamu aku tak lagi jumpalitan seperti dulu.
I grow up. I learn. I let go.
And it really really helps.

Katanya, kita belum benar-benar melupakan seseorang ketika kita masih membicarakannya, seperti yang kulakukan sekarang.
Tetapi aku sungguh bersyukur bisa bercerita tentangnya tanpa sesak di dada, tanpa tumpukan rasa kecewa yang dulu sempat bersemayam.

Nanti, ketika aku sudah menemukan objek -atau subjek- baru untuk diceritakan, aku tak akan lagi mengangkat kisahmu, kisah kita dulu. I promise!

Jumat, 17 Juni 2016

What If?

Posted by Tamy on Juni 17, 2016 with 3 comments

Aku lelah berandai-andai.

Karena beberapa tahun terakhir, hidupku selalu dipenuhi pilihan-pilihan sulit yang kemudian membuatku memikirkan apa yang akan terjadi seandainya aku memilih A bukannya B. Atau bagaimana misalnya dulu aku berkeras hati untuk tetap pada pendirian dan mengabaikan keadaan?

Tak baik sebenarnya mengungkit lagi cerita lama.
Tapi sebagai manusia, berjenis kelamin perempuan pula, aku sungguh mengedepankan perasaan lebih daripada logika.
Mungkin aku gila, masih saja menelisik kembali luka-luka bertahun lalu yang kukira sudah sembuh, namun ternyata sakitnya tetap terasa. Tak berkurang, meski tak sesering dulu.

Jujur, aku memang sadar jika hidupku tak bisa ku tentukan sesuai inginku sendiri.
Sejak kecil aku selalu diarahkan, tetapi baru setelah lulus SMA aku merasa hal itu ternyata berpengaruh besar.
Aku sedih jika mengingat kembali.
Aku benci harus mengakui bahwa aku terlalu lemah dan tak bisa melawan.
Seandainya aku bisa memutar waktu -kalimat yang mungkin hampir semua manusia pernah mengatakannya-, aku benar-benar ingin hidup sesuai inginku. Apapun resikonya, aku akan menerima dengan hati yang lapang. Dan, sepertinya aku akan jauh lebih bahagia jika saja aku lebih pintar berargumen.
Ah, coba aku masuk IPS saja dulu. Pasti lebih mudah beradu pendapat, karena rumus tak akan bisa menggoyahkan keinginan orang.

Beberapa tahun terakhir, ku coba berdamai dengan masa lalu. Menganggap bahwa apa yang kulalui kala itu adalah hal terbaik untukku kelak. Aku melakukan setiap hal dengan baik, tak pernah berniat memberontak, bahkan berhenti.
Meski terkadang penyesalan kembali datang, aku tetap berusaha maju hingga akhirnya tahun-tahun itu terlewati dengan sangat baik.

Tapi, apa yang ku dapat setelahnya? Tak ada.
Dengan segala usahaku untuk menjadi yang terbaik, setidaknya dengan pencapaianku yang tak buruk ini, aku tetap saja kesusahan.
Dulu, mereka bilang ini jalan yang benar. Jalan yang akan lebih mudah dibanding jalan pilihanku.
Tapi lihatlah aku sekarang? Hah.

Mungkin aku keterlaluan, tapi sungguh aku menyesal mengikuti pilihan orang lain ketika itu.
Di sini aku mulai sering bertanya-tanya.
Coba saja dulu aku berkeras hati.
Coba saja dulu aku menangis meraung-raung di hadapan mereka dan berkata tidak? Bukan hanya meratapi nasib dengan meringkuk di balik selimut, membiarkan tetesan air mata membasahi bantal tanpa suara.
Coba saja dulu aku mengabaikan segala bentuk pengabdian dan memilih membangkang?

Mungkin aku tak perlu berandai-andai sekarang.
Meskipun jika ternyata hal yang terjadi padaku tak lebih baik, setidaknya aku tak bisa menyalahkan siapapun selain diriku. Sudah tentu aku harus bertanggung jawab atas apa yang sudah kupilih.
Tidak seperti sekarang, hampir setiap kali aku terpikir masalah ini aku selalu saja merasa sakit hati, kesal, marah, putus asa, dan mulai menyalahkan orang-orang yang menurutku salah.
Padahal, kalau dipikirkan lagi, ini juga salahku...
Salahku yang terlalu naif dan membayangkan bahwa kalimat "Ini Untuk Kebaikanmu" itu benar adanya.

Shit.
Just leave all the bullshit far away.
You can't choose other people's way to happiness.
You'll never know how it feels until you feel it by yourself.
So please, people out there...
Jangan pernah memaksakan kehendakmu untuk kehidupan orang lain, apalagi terkait masa depannya.
It sucks. It really sucks, I told ya.