Kamis, 23 Februari 2017

Karena Mimpi Bisa Berubah

Posted by Tamy on Februari 23, 2017 with No comments

Nulis postingan ini atas motivasi abis bacain blognya si tde, dan tetiba dia nagih-nagih nyuruh update blog, ngasih ide pula kudu nulis apaan.
Jadi yaudah, mari kita curhat lagi.

Alert: Ini bakal agak panjang dan lumayan bikin muak (kayaknya), karena isinya curhatan doang. If you think it's going to waste your time, just close this window and say bye hahahaha

Once upon a time (halah kayak dongeng), ku pernah terobsesi banget sama Bahasa.
Waktu SD, aku suka pelajaran Bahasa Indonesia. Soalnya di buku cetak banyak kutipan cerita rakyat dan cerpennya.
SMP, seneng pelajaran Bahasa Inggris. Tulisan gurunya cantik banget, sampe usaha buat niru harus bisa nulis serapi itu. Meskipun kalah jauh. Hahaha.
Lanjut di SMA, ada dua Bahasa tambahan yang dipelajari. Bahasa Arab sama Bahasa Jepang.
Bahasa Arab aku pernah belajar dasar-dasarnya pas SD, jadi nggak terlalu kaget dan lumayan nyambung waktu belajar di kelas.
Bahasa Jepang, karena bener-bener baru kenal banget, jadi excited luar biasa dan langsung suka.

Pokoknya, waktu SMA ada satu hari, hari kamis, di mana mata pelajarannya bahasa semua + Penjaskes. Hari paling ku nanti sepanjang minggu. Hari aku nggak perlu mikirin cara ngebolak balik rumus dan ngapalin tabel periodik, ngurusin Logaritma, sin cos tan, sampe nyari tau kenapa kromosom X dan Y itu beda.

Akhirnya, aku mulai memupuk mimpi. Aku pengen bisa banyak bahasa, biar bisa kemana-mana dengan lebih mudah.
Dan ku pikir, ngawalinnya itu dengan cara harus pinter Bahasa Internasional dulu, Bahasa Inggris.

Duh, prolognya panjang banget elaaaahh.
Gapapa yah, kalo capek tinggalin aja. Aku udah biasa ditinggalin soalnya, so it's not a big deal. Wkwkwk *curhat mulu*

Short story, aku akhirnya diterima di jurusan Bahasa Inggris di salah satu universitas negeri lewat jalur tulis.
Bahagia? Bukan lagi.
Bangga? Beuhhh berasa pencapaian maksimal, meskipun orang lain bakal mikir 'meh, jurusan gitu doang', tapi akunya ngerasa seneng parah.
Tapi di detik yang sama, aku juga sadar kalo aku nggak bakal bisa lanjutin mimpi ini.

Dan ya, seperti yang semua orang tau. Aku terdampar di tempat lain, berpakaian putih-putih (bukan pocong atau kunti tapiiii!), dan mempelajari sesuatu yang bener-bener nggak pernah ada di bayangan dari dulu.

Perih? Duh nggak usah ditanya.
Sedih? Ampun, tiap malem nangis mulu tapi ga bisa apa-apa.
Marah? Rasanya pengen nyalahin semua manusia di bumi.
Sakit? Banget. Syukur-syukur nggak pake depresi hahaha.

Tapi ya gitu. Life must go on.
Tiga tahun penuh perjuangan terlewati, dengan banyak keinginan mundur di dalamnya, dengan banyak sumpah serapah (serius, aku sering banget nyumpah-nyumpah nggak jelas waktu itu), dengan penyesalan tapi juga diiringi banyak pengharapan, kebanggaan, dan penerimaan.

Ku kira, mimpiku bakal mati gitu aja setelah aku masuk ke lingkungan yang jauh melenceng dari harapan.
Ternyata, seiring waktu berjalan, dengan aku yang masih nyimpen rapat-rapat keinginan kecil itu, aku mulai nyoba mikir positif.

Mungkin, emang harus gitu jalannya.
Mungkin, itu yang terbaik yang bisa ku dapetin.
Mungkin, kalo nggak di situ aku nggak akan ketemu temen-temen super awesome yang nggak pernah lelah ngasih support.
Mungkin, kalo nggak dengan cara itu aku nggak akan ada di titik sekarang.

Hari ini, aku tengah mengupayakan mimpi baru.
Kita nggak pernah dibatasin kan, harus punya mimpi berapa? So yeah, sementara mimpi yang satu belum ada jalan buat tumbuh, nggak salah kalo kita nyari interest baru.

Menjadi mahasiswa lagi, dan mengambil peminatan berbeda dari jurusan sebelumnya, butuh keberanian dan keyakinan yang kuat.
Meski masih berhubungan, tapi pindah itu nggak selalu mudah.

Awalnya belajar ngitungin beban pencemaran air, limbah, tanah, udara, BOD, COD, DO (Bukan Do Kyung Soo ya!), pH, suhu, kelembaban, kekeruhan, NOx, SOx, (PSx juga sekalian) dan sederet parameter lain yang menyenangkan menjadi kehebohan ngurusin manajemen K3 di perusahaan dan industri.

Menjadi mahasiswa lagi, bukan berarti segalanya jadi lebih mudah.
Biasa apa-apa banyakan praktek di lapangan dan langsung terap, sekarang harus mikir kritis dan pinter nganalisis, ngajuin pendapat, bahkan harus adu argumen.

Tugas juga nggak berenti-berenti ngalir aja kayak kran bocor.
Hampir seluruh tugas harus pake mikir banyak, telaah jurnal (berbahasa inggris pula), dan lama-lama capek juga.
Dulu, perasaan ngerjain tugas nggak pernah seribet ini. Paling banter ngitung pake rumus, ngerancang dikit2, tulis tangan, langsung jadi. Apalagi bisa nyontek punya Iis dan mentemen yang lain wkwkwk.
Yang paling ribet ya itu, laporan berlapis, ditambah tugas akhir yang menguras tenaga pikiran dan air mata. Tapi akhirnya lewat juga.

Tapi sekarang mau nyontek begimane (meskipun kadang masih juga minta arahan wkwk), tugasnya beda-beda terus, presentasi hampir selalu individu, sekalinya kelompok aku malah ngerasa kayak dibebani.

Mungkin dulu kalo ada tugas kelompok, aku nggak pernah didesak dan dikasih deadline. Seringnya ngerjain last minute dan nggak ada yang protes wkwk.
Sekarang, rasanya kayak apa ya? Ditungguin orang, diatur-atur harus gini harus gitu, sharing pendapat tapi hampir selalu nggak sejalan.
Entah cara mikirku yang nggak nyampe kesitu, atau akunya aja yang nggak siap adu argumen.

Tapi enaknya, temen-temen sekarang aktif semua. Jadi, aku bisa melebur ke bayang-bayang. Ngerasain sesekali gimana kita nggak ngapa-ngapain tetiba tugas uda selesai aja hahaha. Kalo udah begini antara bersalah dan seneng campur campur xD.

Nah bagusnya, nggak pernah sekalipun aku nyesel. (Apa karena baru 2 semester? Semoga seterusnya yaaa).
Beda kalo dulu, tiap nemu kesulitan dikiiiiiiittttt aja, aku pasti ngoceh.
"Nyesel. Siapa suruh masuk sini. Pengen berenti aja. Capek. Kesel"
Selalu nyari-nyari alasan buat nyalahin orang.

Di sini, aku ngejalanin semuanya nggak pake ribet.
Meskipun suka ngeluh, itu nggak sampe marah-marah dan nyesel-nyesel segala.
Mungkin karena ini pilihanku sendiri? Mungkin karena dibalik keluhanku itu, sebenernya aku menikmatinya.
Mungkin, ini karena aku mulai punya mimpi baru?
Bisa jadi.

Intinya, mimpi boleh berubah.

Seperti Go Hye Mi di Dream High, awalnya pengen jadi penyanyi opera terkenal yang sekolah di Juilliard, tetapi takdir menaruhnya di Kirin, mengantarkannya menjadi Idol, dan berakhir menjadi penyanyi solo.

Mungkin jalan yang dilalui harus menyimpang, sebelum akhirnya kita bisa menemukan kembali jalan yang mengarahkan ke mimpi besar yang kita kira sudah lenyap, ternyata hanya tertidur dan menunggu dibangunkan.

Mungkin sekarang aku sedang mengejar mimpi baru, tetapi aku tau, kalau sesungguhnya keinginan lamaku itu belum mati.

Aku percaya, jika memang aku tetap berupaya, aku akan bisa meraihnya.
Mendalami bahasa lain, agar bisa kemana-mana.
Atau, aku akan bisa kemana-mana, untuk mempelajari bahasa-bahasa lain di luar sana.
(Ada aamiin?)

Nah. Keep your dreams alive.
Never let them dying inside.
We can achieve it, if we believe.

Best regards,
Tamy♡

Jumat, 10 Februari 2017

Sehangat Matahari Pagi

Posted by Tamy on Februari 10, 2017 with No comments

Untuk kamu yang selalu tersenyum, tiap kali kita bertemu muka, tiap kali kita berpapasan di jalan.
Senyum yang singkat, namun hadirnya seperti sinar matahari pagi, hangat, tidak menyengat.

Meski tak ada sapa, tak pernah sempat berbicara, tapi aku selalu bahagia kala semesta mempertemukan kita.

Tak banyak yang ku tahu tentangmu.
Selain nama, tempat tinggal, dan beberapa teman yang juga temanku.
Bahkan, di sosial media-pun aku tak punya gambaran yang manakah akun milikmu.

Sudah lama sekali sejak terakhir kita melibatkan kata-kata.
Tak pernah secara sengaja, selalu dibumbui kebetulan yang menghangatkan.

Ketika itu, malam api unggun di salah satu perkemahan sabtu-minggu.
Aku hanya mampir sebagai tamu, mencoba mencari seorang yang ku kenal, namun malah dihadapkan pada dirimu.
Duduk di situ, memegang gitar, menyanyikan salah satu hits milik Ungu, Laguku.
Sambil tersenyum ke arahku. Lebar. Tanpa ragu.

Kebalikannya, aku mematung dan tak tahu harus berlaku.
Namun semesta tak membiarkanku terpukau terlalu jauh.
Kau menghentikan lagu itu, menunjukkanku sosok yang tengah ku cari, dan memutus satu menit paling manis dalam hidupku.

Kali lain, aku tengah menunggu. Menunduk. Menghindari matahari yang tak mau berkompromi.
Sekalinya aku mengangkat wajah, satu senyuman lain ku dapati.
Kamu, di atas motor yang berjalan, masih menyempatkan memberiku satu cengiran khas yang selalu ku suka.
Yang menulariku untuk menarik sudut bibir, dan membentuk senyuman juga.

Sayangnya, aku sering melewatkan senyummu. Sekali, aku terlalu fokus pada jalanan di depanku. Orang lain yang memberiku tahu bahwa kamu sempat memberiku senyum seperti biasa, padahal aku sama sekali tidak menyadari keberadaanmu.

Pernah juga, aku melihat kamu membonceng satu sosok gadis cantik, namun tetap memberiku senyum.
Meski sedikit tertahan, dan ada keraguan.
Tapi aku sungguh tak merasa kesal dan marah. Biasa saja.

Mungkin, memang hanya sebatas situ arti kehadiran kita satu sama lain. Teman, yang tidak terlalu akrab dan kenal. Namun tetap mampu memberi kesan lain yang baik.

Bisakah, kita begini saja terus? Tak perlu kenal terlalu jauh. Cukup senyum malu-malu yang menjadi kebahagiaan tak beralasanku.
Tak perlu mengikutsertakan perasaan dan hati, karena aku tidak mau membiarkan rutinitas menyenangkan ini berakhir pilu.

11 Februari 2017
Dari T, untuk T.

Rabu, 08 Februari 2017

Masih Betah Kan, Jadi Temenku?

Posted by Tamy on Februari 08, 2017 with No comments

Coy, males sebenernya mau bikin surat buat you. Pasti bakal panjang banget jadinya. Tapi berhubung si Tde udah pernah ku suratin, bolehlah kesempatan emas ini ku kasih ke dirimu juga hahaha.

Hey, Iis Qori Lestari! Do you remember the first day we met, more than 4 years ago?

Di situ udah keliatan kalo kita bakal cepet akrab, baru juga kenal sehari-dua hari langsung nyambung aja ngobrolin orang wkwk.
Ternyata ditakdirin buat satu kelas, berujung duduk sebelahan, dan bertahan selama tiga tahun full. Sayang, waktu wisuda aku nggak bisa duduk sampingan sama peraih IPK tertinggi seangkatan ya hahaha.


To be honest, you're my favorite seat-mate in the class. Why?

Karena, kalo duduk sebelahan sama elu itu bawaannya nyambung aja denger penjelasan dosen, lebih mudah paham sama materi setelah kita diskusiin bareng, jadi kalo pas ulangan bisa cepet inget. Mungkin efek pintermu jadi nular kali ya.

Terus, meskipun tergolong mahasiswi supeerrr rajin dan lurus banget (kala itu), dirimu mau aja denger curhatanku yang itu lagi-itu lagi hampir setiap hari. Padahal duduk paling depan, dan dosen lagi ngejelasin materi. Eug minta maaf sudah banyak membawa pengaruh buruk buatmu. *Tapi masih aja diulang terus*

Sebagai sesama introvert, aku antara bersyukur dan kzl kalo kepaksa harus ketemu orang baru kalo lagi bareng elu. Saling dorong ga ada yang berani ngomong, ujung-ujungnya tetep aja aku yang kena. Hhhh dasar cemen!

Terus ya, kita pernah bertanya-tanya kok kita nggak pernah berantem?
Kan katanya kalo orang temenan deket banget itu pasti ada berantem hebatnya.
Lah kita? Paling juga saling coret di buku masing-masing, atau saling bajak hape satu sama lain.
Yang lumayan parah sih, waktu liburan ya.
Aku keluar kamar sama temen satu lagi, lupa bawa kunci, sementara you di dalem udah tidur.
Terus ku panik banget, dan gedor-gedor dengan heboh takutnya situ ga bangun dan kita gabisa masuk.
Eh, rupanya pintu langsung kebuka dan you berdiri di depan pintu ngomel-ngomel bilang berisik.
Disitu ku ngerasa bersalah campur badmood campur kesel, sampe pagi diem-dieman.
Tapi akhirnya ngobrol lagi biasa aja kayak ga pernah ada kejadian itu hahaha. Eug udah minta maaf belom sih? Maaf eaaa kalo gue lupa hahahaha.

Pernah juga, nggak sengaja ngatain elu bodoh waktu itu, ya is? Jahad banget yaampun padahal semesta alam raya juga tau kalo elo itu jelas jelas pinter & lebih pinter dari akyu wkwkwk

Meski sepanjang perjalanan kita kenal, dari zaman jahiliyah masih jadi rakyat jelata yang kemana-mana ngangkot, nebeng, bonceng tiga kayak cabecabean, sampe akhirnya naik level ikut nyumbang kemacetan lalu lintas, sudah banyak njir jing shit shut up kampret anjay ampas even F-word yang terlontar, kita tetep ga pernah ribut ribut yah. Hebat.

Apaan lagi nih? jadi bingung sendiri.

Oiya, makasih buaannyyaaakk selama ini sudah jadi tong sampah untuk acara 'Dengarkan Curhatku' mulai dari season 1 sampe season sekian, mulai dari nyeritain si A sampe si Z, termasuk si itu yang harusnya nggak ku ceritain mengingat ada something yang cuma diriku yang tau wkwkwkwk. Elu patah hati ga sih waktu itu? Hahahahaha ampun.

Makasih karena se-absurd apapun ceritaku, berapa kalipun aku nyeritain orang dan kisah yang sama, elu masih aja mau dengerin dan nanggepin dengan sarkas yang kadang bikin pengen guling-guling di aspal saking nyebelin dan suka bener.

Makasih buat selalu ada di situ, nggak bosen-bosen ngebantuin berbi terus, nyontekin, bahkan untuk sekedar ditanyain harus bales chat atau nggak, kalimat buat balesnya apaan, kalo aku lagi speechless, terlalu baper, dan gabisa mikir cepet wkwkwk.

Thank you for every laugh you gave to me whenever I'm crying at Cinemas, or whenever I'm at my worst mood.
Adaaaa gitu ya, temen nangis malah diketawain. Kan ga jadi sedih, ujungnya malah ikut ketawa hahaha.

Thanks for being my best sharing partner, teacher, motivator, and best listener and reader.
For being my companion, stood in front of stage where Noah perform. Yelling at Ariel, Uki, David, Lukman, Reza, and Ihsan that afternoon.
Shall we do the same for any other band? The Script or Maroon 5 would be great wkwkwk.
Ngayal babu aja dulu yekan sapa tau jadi kenyataan.

Thanks for that midnight chatting, whenever Real Madrid Live on TV.
Spamming on timeline, commenting about that match, smiling all the time when White Team finally won the game.
For being disappointed, sad, and hurt together back in the day Di Maria, Casillas and Morata is moving away.

For our deep and nonsense conversation, talking about past and future. About every single fictional character that stole our hearts. For all the solarias and McD's Sundaes. For Batagor and Mie Ayam. For accepting my "KDrama-Obsessed" thing even when you don't like and understand it.

And For everything. I lost my count.
Truth is, you know I love you and I owe you that much. Right?

If Keara has Dinda, Anya has Tara & Agnes, Raia has Erin, then I'm lucky and happy to have you around, as my bestie.

I hope all of your wishes, dreams, and prays, will come true in the right time with the right way.

Semoga aku nggak perlu lagi ngomong "Makanya, punya pacar dong!" agar supaya populasi jomblo disekitarku segera berkurang, dan biar aku juga ikut kelimpungan pengen punya pacar juga wkwkwk.

Semoga wisuda kali ini kembali mendapat "Dengan Pujian" dan psssttt, ajak-ajak aku lagi yes? Hahaha.

Jangan bosen-bosen ngingetin aku buat move on, meskipun yang diingetin bebalnya minta ampun wkwkwk.

Jadi, masih betah kan temenan sama aku sampe sekian puluh tahun lagi? Awas kalo nggak!

Bales ya, pake surat juga atau kalo terlalu repot gantinya pake traktiran ajah.
Deal?

Hai lagi, Teman Lama.

Posted by Tamy on Februari 08, 2017 with No comments

Hai lagi, kamu yang nama lengkapnya berisi tiga kata.

Tahun lalu, aku juga sempat menulis satu surat untukmu. Dan seperti yang itu, kali ini aku juga tergelitik untuk berbicara lagi denganmu.
Meski hanya pembicaraan satu arah, tak apa.

Surat ini bukan surat cinta, karena sepertinya kita berdua tidak pernah berada dalam lingkaran penuh emosi itu.
Jadi, anggap saja ini sebentuk "Say Hi" yang tak pernah berani ku katakan padamu, yang bahkan mungkin tak akan pernah kau baca.

Apa kabar, kamu?
Sepertinya, doaku tahun lalu terkabul, ya?
Kamu sudah menyelesaikan pendidikanmu, mendapatkan gelar di belakang namamu, dan mulai menjalani kehidupan sebagai lelaki yang super sibuk hingga bahkan tak sempat meng-update laman sosial mediamu.
Dari dulu juga begitu, sih haha.

Lucu, aku mengenalmu sebagai seorang anak kecil dan sekarang dihadapkan pada sosok lain yang hanya pernah kulihat sekali secara langsung.
Itupun, hanya berupa lirikan ragu-ragu.
Tanpa ada keberanian untuk melihat terang-terangan, apalagi menyapa dengan ramah.

Kau mungkin berubah, tetapi aku tau bahwa aku menemukan orang yang benar. Orang yang sama dengan si pintar dari tahun-tahun di masa kecilku.

Ah, jujur sekali waktu aku sempat berharap bisa membuka obrolan denganmu lagi.
Sekedar pertanyaan standar antara dua orang yang sudah begitu lama tidak bertemu.

Tapi tak perlu, mengingat hubungan kita bahkan hanya setingkat lebih tinggi dari orang asing.
Kita tak punya alasan untuk bercerita kembali, mengingat sudah terlalu banyak tahun terlewat tanpa percakapan basa-basi.

Cukup begini saja sekarang.

Aku yang tersenyum sendiri ketika akhirnya menemukan namamu di tab notification, atau melewati timeline sosial mediaku dengan satu foto, sebulan sekali.

Semoga setiap urusan di hidupmu lancar, dan kamu bahagia selalu.

Dan semoga, ada satu hari saja dimana takdir secara sengaja ataupun tidak, mempertemukan kita.
Untuk sekedar bertegur sapa, mencoba mengingat kembali masa-masa yang mungkin sudah terlupa.
If universe let us to meet again, someday in the future, I'll call your name like I used to do.

Sincerely,
Tamy, yang namanya sering kamu plesetin.

Thank you and Sorry

Posted by Tamy on Februari 08, 2017 with No comments

Hey.
Maafkan aku yang lagi-lagi masih menyeret bayangmu untuk ku jadikan tujuan dari surat kali ini.

Tapi tenang, aku bukannya mau marah-marah atau bersedih-sedih, menyalahkan keadaan, membenci setiap kesalahan, dan bertingkah menyebalkan dengan terus menyimpanmu dalam kenangan.

Setelah denial sekian lama, akhirnya aku tau bahwa semesta memang bukan milik kita berdua saja.
Banyak manusia lain hidup di dalamnya, mengisi setiap jengkal daratannya.

Sekarang, setelah satu kejadian yang mungkin bagimu tak ada artinya, tapi menjadi jawaban lugas atas banyaknya tanyaku selama ini, aku mulai memahami apa yang sebenarnya coba kau tunjukkan padaku.

Bahwa, kita memang sudah tidak punya urusan apapun lagi untuk didiskusikan.
Tak ada lagi keterkaitan, yang mungkin sempat menempatkanku pada fase terbaik selama prosesku memahami fungsi hati selain sebagai penetral racun itu.

Bahwa, setiap langkahmu yang kuperhatikan itu bercerita, memberitahuku untuk ikut melangkah ke arah lain. Bukannya diam dan masih berupaya menatap, meski jarak yang terbentang sudah tak mampu lagi dihitung.

Dan,
Akhirnya aku mengerti.
Tanpa perlu aku menyuarakan isi hati.
Tanpa harus ku berpikir sampai mati.

Satu pertemuan sudah cukup.

Cukup, untuk memberiku jawaban pasti.
Cukup, untuk memberiku kekuatan baru.

Kekuatan yang entah bersembunyi dimana selama bertahun lalu, kekuatan untuk menerima dan melepaskan dalam sekali waktu.

Terimakasih, untuk segalanya.
Dan maaf, karena pernah bertingkah naif dan menyalahkanmu atas sesuatu yang ternyata kekeliruanku sendiri.

Thank you,
For let me know how to make peace with myself.
And sorry,
Because I need a long time to realize it.