Hai lagi!
Kali ini aku bakal lanjut curhat yang belum kelar.
Happy Reading!
Ehm... tes... tes...
Akhirnya setelah merelakan jurusan pilihan yang tak direstui dan melewatkan tanggal daftar ulang di universitas tersebut sehingga otomatis aku dianggap mengundurkan diri, -Yeah, whatever you name it- akupun bersiap-siap menghadapi ujian tertulis selanjutnya, di salah satu perguruan tinggi kesehatan yang belum begitu populer dan terlihat menjanjikan ketika lulus akan mudah mencari kerja, phew.
Dengan setengah -oh no- seperempat hati aku mengisi lembar jawaban secara asal, tak mau berpikir lama dan berusaha lebih keras untuk menemukan jawaban yang tepat. Kalau kebetulan ada soal yang cukup mudah dan aku bisa menjawab, aku mengerjakannya dengan baik (yang mana hanya sekitar 20% saja). Sisanya? Hanya aku dan pengoreksi lembar jawabanku yang tahu.
Setelah hari ujian tersebut, aku bingung harus memposisikan diriku bagaimana. Berharap lulus? Sesungguhnya aku malas. Tapi aku juga takut kalau tidak lulus bisa-bisa aku menganggur karena hampir tidak ada lagi perguruan tinggi yang masih membuka pendaftaran. Hiks, nasibku.
Tapi ternyata semesta berkehendak lain. Namaku dinyatakan lulus dan terletak di urutan 10 terbawah wkwkwk. Masih untung bukan urutan terakhir mengingat betapa aku menjawab soal dengan berat hati.
Hari-hari perkuliahan dimulai. Melewati PPS -semacam ospek-, mulai beradaptasi dengan jadwal perkuliahan yang lebih sering tidak sinkron, disibukkan dengan setumpuk tugas (bukan PR), presentasi-presentasi di hampir setiap mata kuliah, belum lagi kehidupan asrama yang tak kalah melelahkan. Meskipun aku sudah terbiasa tinggal di asrama sejak SMA tapi tetap saja ada rasa bosan yang melanda.
Semester pertama terlewati dengan cukup sukses, kalau mau dinilai dari hasil indeks prestasiku yang lebih dari cukup. Mungkin karena mata kuliahnya masih dasar dan banyak berhubungan dengan materi SMA, sehingga aku cukup puas dapat meraih >3,5.
Berlanjut semester dua, tiga, hingga enam.
Rata-rata kejadian yang terjadi tak jauh berbeda. Hanya saja aku mulai belajar menerima keadaan bahwa di sinilah tempatku berada sekarang, berusaha melupakan cita-cita, mencoba menikmati dan memahami dunia kesehatan. Syukurlah aku dikelilingi teman-teman yang meskipun bukan kutu buku, tapi juga bukan trouble maker. Hal ini juga berpengaruh membentuk karakter dan nilai-nilaiku selama kuliah.
Ketika akhirnya tiba saat Yudisium (hari kelulusan), aku bersyukur dan sedikit tidak percaya bisa melewati tiga tahun di tempat yang bukan pilihan dan keinginanku. Satu lagi yang membuatku bangga... aku bisa bertahan dengan baik, dan bahkan meraih IPK sedikit di atas 3,5 yang mana sangat kusyukuri mengingat betapa drama-nya perjalananku untuk masuk ke kampus ini.
Sungguh, kuliah memang tak semanis di FTV dan tak sesimpel kelihatannya.
Tapi tentu saja ada banyak hal indah lain yang bisa ditemukan. Teman-teman baru, tak lagi dianggap anak-anak, dimintai pendapatnya, bisa terjun langsung ke masyarakat, memahami dunia kerja, dan banyak kebahagiaan lain yang akan dialami ketika kuliah.
Mungkin kalian merasa aku sombong, takabur, atau apalah dengan apa yang ku dapatkan. Tapi sungguh, bukan itu poinnya.
Aku hanya ingin bercerita, membagi kisah yang kukira bisa memberikan sedikit gambaran tentang dunia perkuliahan. Khususnya, tentang jurusan yang tidak sesuai keinginan, dorongan orang tua, atau mungkin bagi yang asal kuliah saja, dimanapun tak masalah.
Aku hanya ingin menunjukkan bahwa tak peduli apa latar belakang kita masuk ke suatu jurusan, pilihan akan selalu ada pada diri kita.
Apakah kita mau menjalaninya dengan baik, mencoba berdamai dengan diri sendiri dan mulai mencari alasan agar bisa menjalaninya dengan cara yang benar...
Atau, kita hanya akan berdiam diri dan merenungi nasib. Melewatkan hari demi hari hanya untuk mengutuk keadaan yang menempatkan kita di posisi itu, sehingga akhirnya melepaskan kesempatan untuk bisa melalui tahun-tahun di kampus dengan sia-sia.
Pilihan selalu ada. Bahkan ketika kita berada di situasi yang tidak diinginkan, kita selalu bisa memilih harus melakukan apa. Terus berjalan dan mengusahakan yang terbaik atau stuck dan diam di tempat seraya menatap teman yang bergerak satu persatu meraih impiannya.
Semua ada di tangan kita masing-masing.
Aku hanya memberi satu contoh, meskipun aku berkuliah di tempat yang tidak kuinginkan, tempat yang dipilihkan, bukan berarti aku harus memberontak dan tidak berkuliah dengan baik, kan?
Meskipun awalnya aku tidak suka, bukan berarti aku tak bisa meraih nilai yang bagus, kan?
Tetap semangat, teman-teman dan adik-adik mahasiswa di luar sana..
Ada banyak alasan untuk menyerah dan mundur, pasrah dan menjalani kuliah sekadarnya saja, tapi akan ada lebih banyak alasan agar kita bisa melakukan yang terbaik yang kita mampu.
Di atas segalanya, alasan untuk menyenangkan dan membuat orang tua bangga tentunya.
Sekian curhat colonganku kali ini. Maaf jadi kepanjangan hehe.
Semoga setelah membacanya kalian bisa mengambil sesuatu yang baik. Yang buruk dilupakan saja, oke?
Thanks for reading!
Fighting, guys!
Love,
Tamy.
0 komentar:
Posting Komentar