Rabu, 09 Maret 2016

Menjalani yang Dipilihkan (1)

Posted by Tamy on Maret 09, 2016 with 3 comments

Selagi SMA, rasanya tidak sabar menantikan momen-momen tak lagi terikat peraturan tentang seragam, jam masuk-pulang yang begitu begitu saja, tugas, PR, Try Out, dan segudang kegelisahan lain yang membuat masa SMA terasa begitu lama.
Mungkin begitu persepsi awalnya, tetapi semua berubah seketika kala hari yang ditunggu tiba.
Perasaan ingin kembali dan merasa sangat rela mengenakan seragam putih abu-abu yang pernah begitu membosankan, perasaan ingin bersantai setelah pulang sekolah, bukannya malah mengejar dosen yang hanya bisa mengajar di waktu-waktu krusial, bahkan menjelang maghrib.

Aku mengira, ketika aku akhirnya lulus SMA aku akan menemukan dunia baru yang sangat menyenangkan. Menjadi mahasiswi dan tidak lagi dianggap anak kecil. Menemui banyak sekali orang-orang baru di lingkungan baru, melewati masa kuliah dengan sangat santai seperti yang diceritakan di FTV, datang ke kampus - belajar - nongkrong di kantin - pulang.

Ahh tapi sayang itu hanyalah khayalan dan keinginan yang tak bisa diwujudkan. Meskipun aku tak bilang dunia perkuliahan itu buruk dari segi manapun, tetap saja banyak hal terjadi di luar ekspektasi dan harapanku.
Aku akan sedikit menceritakan pahitnya menjadi mahasiswi, sebelum nanti kututup dengan segala hal baik yang bisa didapatkan ketika berkuliah.
So, read it until the last word please!

Karena aku masuk SMA yang cukup terfavorit dan siswa-siswi nya rata-rata berprestasi, aku harus mengenyahkan keinginan masuk ke kampus dengan opsi undangan (sekarang SNMPTN) atau jalur langsung tanpa tes tertulis. Kenapa? Tentu saja nilaiku tak mencukupi dan tidak bisa disaingkan dengan deretan nama-nama peraih nilai terbaik dari kelas satu. By the way, aku bukan siswi pintar yang langganan 5 besar. Beruntung masih suka nyempil di 10 besar dan pernah juga terlempar hingga peringkat 15 di kelas wkwkwk.
Setelah sadar dengan kualitas diri, aku berusaha masuk melalui jalur tes tertulis atau disebut SNMPTN ketika itu (Sekarang SBMPTN). Mirisnya, karena sesuatu dan lain hal aku tidak bisa ikut bimbingan belajar intensif menjelang SNMPTN sementara 85% teman sekelasku mengikutinya. Hopeless dong? Iyalah saingan mau masuk Universitas Negeri kan bukan cuma seratus dua ratus tapi ribuan!
Akhirnya daripada menyesali keadaan dan mengutuk diri sendiri serta berlarut dalam kesedihan, aku mulai mencari-cari contoh soal-soal SNMPTN beberapa tahun kebelakang, mencoba mengerjakannya, meskipun jarang-jarang. Paling seminggu sekali atau kalo lagi rajin yah tiga kali seminggu hihi.
Aku sadar kesempatanku sudah setipis kertas, tapi aku masih mencoba untuk optimis. Apalagi aku memilih IPC yang artinya aku harus mengikuti ujian dua versi yaitu IPA dan IPS padahal jurusanku di SMA adalah IPA. Modal nekat aja ini mah sebenernya hihi.

Dan betapa terkejutnya ketika pengumuman, namaku dinyatakan lulus di pilihan kedua. Bahagia tak terbendung karena aku sama sekali tak berani memasang target. Pikirku, lolos di pilihan ketiga saja sudah sangat beruntung. Ternyata malah di pilihan kedua yang somehow merupakan pilihan pribadiku dan tak disetujui orang tua dengan sedikit alasan klise.
And you know what happened after that... aku nggak diizinin dong ngambil jurusan itu. Hikss sedih kalo diinget:")
Temen-temenku nggak percaya aku ngelepas kesempatan kuliah di universitas negeri dengan semudah itu, mereka bahkan berkata bahwa aku sudah menyia-nyiakan satu kursi yang semestinya ditempati orang lain yang memang benar-benar ingin masuk ke jurusan dan universitas itu.
Tapi aku bisa apa? Nanti dibilang anak durhaka jika membantah. Lagipula, siapa yang mau membiayai kuliahku jika orangtua saja tidak setuju? Pikirku kala itu.
Aku memang dari awal sudah diingatkan untuk tidak memilih jurusan itu dan aku memilihnya dengan alasan tidak akan mungkin bisa lulus. Ternyata keberuntunganku tertuju ke sana yang sayangnya tidak bisa kulanjutkan.
Hancur sudah semua harapan yang ku bangun. Berharap bisa satu kampus dengan teman-temanku yang kebanyakan diterima di sana, bermimpi bisa mempelajari mata kuliah yang aku suka.
Tak terasa waktu berlalu, Time heals kata orang. Sedikit demi sedikit aku mulai melangkah ke arah yang ditunjukkan orangtuaku. Meskipun diiringi tetesan air mata setiap menjelang tidur selama rentang waktu aku menuju ke tes di tempat yang baru.

Lalu, dimana aku kuliah kemudian?
I'll tell you in the next post. See ya!

Love,
Tamy

Categories: ,

3 komentar:

  1. Yak...mirip-mirip gue dulu ini, mah. sekalinya dapet jurusan yang dipingini malah gak dibolehin. :(

    tapi se nggak enak apapun jurusan yang dipilihin orangtua, tetep ada yang bisa kita pelajari dan membuat diri berkembang juga, kan, yak... xD

    ditunggu lanjutannya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, terimakasih sudah mampir!
      Iyaaa, pasti ada hikmah dari setiap kejadian tergantung cara kita menyikapinya.
      Btw, lanjutannya sudah dipost loh;)

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus