Mungkin hanya aku, yang terlalu mudah mengaitkan segala sesuatu.
Mungkin cuma aku, yang tak perlu mengingat dengan kuat untuk kembali menemui kenanganmu.
Mungkin, aku saja yang tak pernah lelah mengacak-acak masa lalu yang sudah lama kau tinggalkan.
Sesederhana ketika melihat gerimis, ingatanku langsung terarah pada Alia dan Sunny.
Terbayang betapa Alia begitu suka gerimis, yang menurutnya lebih romantis daripada hujan.
Atau, ketika menyaksikan salah satu klub sepakbola di benua eropa yang tengah bermain di layar televisi, aku kemudian merenung dan berpikir apakah kau juga sedang menonton saluran yang sama?
Dan juga, hal sepele lain seperti ketika ku dengar seseorang menyebut namamu, meski sebenarnya orang itu tidak memanggilmu.
Aku tak mengelak bahwa selama sedetik jantungku berdetak lebih kencang, membuatku kadang tanpa sadar mengedarkan pandangan, mencari-cari pemilik nama itu. Namamu.
Bahkan, aku berandai-andai pernahkah kau melakukan hal yang sama?
Teringat denganku hanya karena hal kecil dan sederhana?
Saat melihat klub bola favoritku bertanding atau memenangi kejuaraan, mungkinkah kau mengingat salah satu penggemarnya yang dulu pernah bercerita kepadamu?
Sounds stupid? Or lil bit crazy? Yeah. I know.
Tapi kemudian aku sadar, aku tidak sendiri.
Pasti banyak hati lain yang juga pernah merasakannya. Mungkin tidak persis sama, karena setiap manusia jelas berbeda. Namun tentu saja perasaan itu tetap ada.
Itu dulu, saat duniaku masih berporos kepadamu.
Saat aku masih memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan yang akhirnya tak pernah terjadi.
Ketika aku berpikir bahwa ternyata hadirmu tak sesingkat yang terlihat, tak sesebentar yang terasa.
Kau -atau mungkin hanya ilusi dirimu yang kucipta- terus mengikuti perjalananku, bahkan ketika aku tau kita sungguh sudah berjarak jauh.
Tapi sekarang tidak.
Aku mungkin masih sesekali teringat dirimu ketika ada hal spesifik yang benar-benar berkaitan denganmu, bukan seperti ketika aku mencoba menghubungkan segala sesuatu tentangmu.
Yeah, Time heals. It's real.
Sedikit demi sedikit perasaan itu terkikis, hingga sekarang ketika seseorang menyebut namamu aku tak lagi jumpalitan seperti dulu.
I grow up. I learn. I let go.
And it really really helps.
Katanya, kita belum benar-benar melupakan seseorang ketika kita masih membicarakannya, seperti yang kulakukan sekarang.
Tetapi aku sungguh bersyukur bisa bercerita tentangnya tanpa sesak di dada, tanpa tumpukan rasa kecewa yang dulu sempat bersemayam.
Nanti, ketika aku sudah menemukan objek -atau subjek- baru untuk diceritakan, aku tak akan lagi mengangkat kisahmu, kisah kita dulu. I promise!
0 komentar:
Posting Komentar