Untuk kamu yang selalu tersenyum, tiap kali kita bertemu muka, tiap kali kita berpapasan di jalan.
Senyum yang singkat, namun hadirnya seperti sinar matahari pagi, hangat, tidak menyengat.
Meski tak ada sapa, tak pernah sempat berbicara, tapi aku selalu bahagia kala semesta mempertemukan kita.
Tak banyak yang ku tahu tentangmu.
Selain nama, tempat tinggal, dan beberapa teman yang juga temanku.
Bahkan, di sosial media-pun aku tak punya gambaran yang manakah akun milikmu.
Sudah lama sekali sejak terakhir kita melibatkan kata-kata.
Tak pernah secara sengaja, selalu dibumbui kebetulan yang menghangatkan.
Ketika itu, malam api unggun di salah satu perkemahan sabtu-minggu.
Aku hanya mampir sebagai tamu, mencoba mencari seorang yang ku kenal, namun malah dihadapkan pada dirimu.
Duduk di situ, memegang gitar, menyanyikan salah satu hits milik Ungu, Laguku.
Sambil tersenyum ke arahku. Lebar. Tanpa ragu.
Kebalikannya, aku mematung dan tak tahu harus berlaku.
Namun semesta tak membiarkanku terpukau terlalu jauh.
Kau menghentikan lagu itu, menunjukkanku sosok yang tengah ku cari, dan memutus satu menit paling manis dalam hidupku.
Kali lain, aku tengah menunggu. Menunduk. Menghindari matahari yang tak mau berkompromi.
Sekalinya aku mengangkat wajah, satu senyuman lain ku dapati.
Kamu, di atas motor yang berjalan, masih menyempatkan memberiku satu cengiran khas yang selalu ku suka.
Yang menulariku untuk menarik sudut bibir, dan membentuk senyuman juga.
Sayangnya, aku sering melewatkan senyummu. Sekali, aku terlalu fokus pada jalanan di depanku. Orang lain yang memberiku tahu bahwa kamu sempat memberiku senyum seperti biasa, padahal aku sama sekali tidak menyadari keberadaanmu.
Pernah juga, aku melihat kamu membonceng satu sosok gadis cantik, namun tetap memberiku senyum.
Meski sedikit tertahan, dan ada keraguan.
Tapi aku sungguh tak merasa kesal dan marah. Biasa saja.
Mungkin, memang hanya sebatas situ arti kehadiran kita satu sama lain. Teman, yang tidak terlalu akrab dan kenal. Namun tetap mampu memberi kesan lain yang baik.
Bisakah, kita begini saja terus? Tak perlu kenal terlalu jauh. Cukup senyum malu-malu yang menjadi kebahagiaan tak beralasanku.
Tak perlu mengikutsertakan perasaan dan hati, karena aku tidak mau membiarkan rutinitas menyenangkan ini berakhir pilu.
11 Februari 2017
Dari T, untuk T.
0 komentar:
Posting Komentar