Hey.
Maafkan aku yang lagi-lagi masih menyeret bayangmu untuk ku jadikan tujuan dari surat kali ini.
Tapi tenang, aku bukannya mau marah-marah atau bersedih-sedih, menyalahkan keadaan, membenci setiap kesalahan, dan bertingkah menyebalkan dengan terus menyimpanmu dalam kenangan.
Setelah denial sekian lama, akhirnya aku tau bahwa semesta memang bukan milik kita berdua saja.
Banyak manusia lain hidup di dalamnya, mengisi setiap jengkal daratannya.
Sekarang, setelah satu kejadian yang mungkin bagimu tak ada artinya, tapi menjadi jawaban lugas atas banyaknya tanyaku selama ini, aku mulai memahami apa yang sebenarnya coba kau tunjukkan padaku.
Bahwa, kita memang sudah tidak punya urusan apapun lagi untuk didiskusikan.
Tak ada lagi keterkaitan, yang mungkin sempat menempatkanku pada fase terbaik selama prosesku memahami fungsi hati selain sebagai penetral racun itu.
Bahwa, setiap langkahmu yang kuperhatikan itu bercerita, memberitahuku untuk ikut melangkah ke arah lain. Bukannya diam dan masih berupaya menatap, meski jarak yang terbentang sudah tak mampu lagi dihitung.
Dan,
Akhirnya aku mengerti.
Tanpa perlu aku menyuarakan isi hati.
Tanpa harus ku berpikir sampai mati.
Satu pertemuan sudah cukup.
Cukup, untuk memberiku jawaban pasti.
Cukup, untuk memberiku kekuatan baru.
Kekuatan yang entah bersembunyi dimana selama bertahun lalu, kekuatan untuk menerima dan melepaskan dalam sekali waktu.
Terimakasih, untuk segalanya.
Dan maaf, karena pernah bertingkah naif dan menyalahkanmu atas sesuatu yang ternyata kekeliruanku sendiri.
Thank you,
For let me know how to make peace with myself.
And sorry,
Because I need a long time to realize it.
0 komentar:
Posting Komentar