Halo lelaki Bulan Desember, apa kabar?
Masihkah kau menyukai musik dengan genre itu?
Masihkah kau lebih mementingkan game di atas segala urusanmu?
Masihkah kau mengidolakan klub sepakbola yang terletak di ibukota sebuah negara itu?
Masihkah mengingat aku? Aku yang mungkin telah membuat hatimu terluka di akhir tahun.
Aku yang kau coba dekati tapi malah mengabaikanmu.
Aku yang tak pernah mau berusaha mengenalmu lebih jauh.
Hai lelaki Bulan Desember...
Tak tahukah kau, kadang aku juga teringat dirimu?
Kadang, terlintas di benakku kenapa aku dulu mengacuhkanmu, lalu aku menggeleng pelan, tersenyum
Semuanya tak lagi berarti sekarang, bukan?
Ketika bulan dan tahun sudah jauh berjalan, ketika kita bahkan sudah begitu lama tak pernah lagi bertatap muka.
Aku bukannya berharap menemukanmu lagi di depan mata. Aku tak mengkhayal untuk mendengar kalimat 'sakti' itu sekali lagi. Aku bahkan tak tahu harus berbuat apa jika bertemu denganmu. Terlalu canggung, terlalu kaku.
Aku hanya sering tersenyum, ketika terlintas bayangan wajahmu dan caramu berbicara.
Aku juga kadang merasa konyol, betapa ketika mendengarmu berkata-kata, aku berharap orang lain yang mengatakannya.
Ah, iya. Mungkin itu alasanku bergerak mundur, dulu.
Aku masih terlalu sibuk bertanya-tanya, apakah aku siap memulai hal yang sama dengan orang yang baru?
Dan jawabannya ternyata belum.
Dear lelaki bulan desember,
Mengutip lirik lagu Taylor Swift, aku ingin kau tau, terkadang...
I miss your tanned skin, your sweet smile...
Dan sepertinya, luka kecil yang tak berarti dulu itu sudah sembuh. Dan kau juga sudah lama bisa melanjutkan hidup, sepertiku.
Sungguh, aku tak berniat mengusikmu lagi, setelah dulu aku yang berlari kencang.
Tapi, ketika Desember datang, entah kenapa ingatan tentangmu juga turut hadir tanpa ku kehendaki.
Mungkin, kau memang harus selalu menjadi lelaki Bulan Desember-ku. Untuk mengingatkan bahwa aku tak boleh lagi mementingkan keegoisanku semata. Bahwa seharusnya, aku bisa lebih bijaksana menentukan.
0 komentar:
Posting Komentar