Kepada kamu yang nama lengkapnya berisi tiga kata.
Halo...
Setelah beberapa belas tahun tak pernah bertemu, sangat jarang ada tegur sapa, aku tiba-tiba saja terpikir dirimu.
Jadi, bolehkah aku menulis surat kali ini untukmu saja? Karena aku tau, kau tak akan mungkin pernah membacanya. Bahkan jika secara tidak sengaja (yang kemungkinannya dibawah 10%) terbaca olehmu, kau pasti tak tahu jika surat ini kutujukan untukmu.
Atau di atas segalanya, apakah mungkin kau bahkan masih mengenaliku?
Kamu, yang dulu ku kenal sebagai salah satu teman baru...
Apa kabarmu? Sejauh kulihat dari laman media sosial yang tak begitu sering diperbaharui itu, kau baik-baik saja. Sepertinya tengah berjuang menyelesaikan pendidikan yang sedang kau tempuh.
Semoga lancar selalu, semoga tetap semangat melewati setiap tahapan untuk menyongsong gelar di belakang namamu.
Hai, kamu yang hanya pernah kutemui beberapa kali..
Aku tau kita bukan teman yang sedekat itu sehingga aku bisa seenaknya menulis surat untukmu, tapi entahlah aku hanya ingin bercakap-cakap lagi denganmu, meskipun cuma satu arah. Meskipun tak akan pernah sampai, dan tak mungkin bisa kau balas.
Apakah kau masih selalu jadi yang paling pintar? Sedikit informasi yang kuketahui tentangmu berisi betapa dulu dirimu adalah sosok bintang kelas, yang tentu saja kuakui kebenarannya karena aku juga sudah mengonfirmasinya sendiri lewat pengamatan pribadi. Tapi aku bukan stalker, loh. Aku bahkan tak tahu arti stalker apa, waktu itu.
Aku tak begitu ingat persisnya bagaimana interaksi kita dulu,
Sepertinya ketika itu kita memang sempat berbicara beberapa kali meski tak begitu sering. Ataukah, pertemuan pertama itu hanya diisi perkenalan singkat?
Karena seingatku, waktu itu aku lebih dekat dengan temanmu dan kau juga lebih akrab dengan temanku.
Yang paling kuingat, kita memang sempat saling mengejek nama satu sama lain. Hanya itu yang sangat membekas.
Pertemuan kedua, aku senang melihatmu lagi. Bukan jenis senang karena akhirnya bertemu denganmu lagi, tapi lebih ke aku yang merasa bahagia karena menemukan satu orang yang ku kenal ditengah orang-orang baru. Bonusnya, kau juga masih mengingatku kala itu. Sedikit obrolan pun terbentuk. Ketika seragam putih-merah masih melekat. Ketika aku masih berponi rata.
Sekitar tiga tahun kemudian, aku menemukanmu lagi. Dengan setting tempat dan suasana yang kurang lebih sama. Tetapi kali ini, aku sudah berseragam putih-biru, begitupun kamu.
Aku mengenalimu pada detik pertama, lalu semakin yakin ketika melihat nama yang tercantum di seragammu.
Kamu yang mungkin sadar sedang kuperhatikan, menatapku balik. Entah mengenaliku atau tidak, setelah itu beberapa kali aku mendapatimu melirik ke tempatku duduk.
Mungkin kamu lupa, atau ingat tetapi terlalu ragu. Aku tak tau, dan akupun tak berani menyapa.
Ketika SMA, aku berada terlalu diluar lingkaran untuk mengikuti kegiatan yang kemungkinan bisa mempertemukan kita kembali.
Tapi akhirnya kita memang bertemu, di media sosial. Ingatkah?
Kita sedikit bercerita, lalu kau mengatakan semacam I miss you so bad atau sejenisnya (Well, aku membacanya sebagai rasa rindu teman ke temannya yang sudah lama tidak berjumpa) kemudian kita tak pernah lagi berbincang setelah itu.
Terakhir, aku menemukan namamu di kolom notifications menyukai foto yang ku unggah, sekitar setahun lalu. Ku kira aku berhalusinasi, tapi aku sangat senang ketika sadar namamu memang ada di sana.
Wah, sepertinya surat ini sudah lebih panjang daripada seharusnya.
Sekian dulu, semoga kau selalu bahagia ya...
0 komentar:
Posting Komentar