Awalnya kita berteman, cukup akrab. Aku merasa senang punya tempat berbagi cerita, mendiskusikan berbagai hal, mengobrol panjang tak berkesudahan.
Tapi semuanya berubah, kita menjadi berjarak, hanya karena satu perasaan yang terlalu cepat menguasai, sedangkan satu sisi hatiku belum siap menyambutnya dengan tangan terbuka.
Kenapa, saat aku berharap punya satu saja sahabat laki-laki yang bisa diajak berbicara dengan sudut pandang lain, secepat itu pula harapanku terkikis.
Tak bisakah kita sama-sama menunggu? Tak bisakah kita mengabaikan saja perasaan yang akhirnya bisa membunuh itu? Tak bisakah kita menikmati lebih banyak waktu sebagai teman?
Setiap kali kau dan aku akhirnya harus mundur teratur, bukan karena saling benci. Hanya saja tidak sanggup berada dalam situasi canggung, aku selalu merasa bersalah.
Mengapa kau harus mengatakannya? Tak bisakah kau diam saja, menungguku siap membuka hati kembali?
Atau, mengapa kau langsung pergi? Tak bisakah kau berusaha menjalin pertemanan kembali?
Tak tahukah kau? Aku ingin membiarkan diriku mengenalmu lebih jauh, sebelum aku memantapkan hatiku untuk melupakan yang lalu dan memutuskan untuk benar-benar melihatmu.
Kau tak tahu kan?
Aku hanya sedih, ketika sadar bahwa sekarang kita bukan lagi teman.
Bukan lagi orang yang sama, tak pernah lagi bertegur sapa.
Kita hanya kembali menjadi orang asing, seolah tak pernah saling mengenal.
Untukmu, teman yang bukan lagi teman.
0 komentar:
Posting Komentar